Samarinda (ANTARA) - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kalimantan Timur memediasi konflik sosial dan lingkungan yang melibatkan sebuah pabrik pengolahan kelapa sawit berkapasitas besar di Kampung Muara Siram, Kecamatan Bongan, Kabupaten Kutai Barat (Kubar).
"Terkait konflik ini, kami telaah aturan-aturan yang berlaku untuk pendirian perusahaan kelapa sawit ini, apakah sudah sesuai prosedur atau belum serta memastikan apakah seluruh persyaratan sudah lengkap atau belum. Ini krusial," ujar Kepala DLH Kaltim Anwar Sanusi di Samarinda, Rabu.
Pabrik pengolahan kelapa sawit dan inti kelapa sawit beserta fasilitas pendukungnya, yang dioperasikan oleh PT Hamparan Khatulistiwa Indah (HKI) di lahan seluas kurang lebih 55,84 hektare, menuai penolakan dari masyarakat sekitar terkait dugaan belum lengkapnya perizinan.
Menurut Anwar, masyarakat memiliki peran sentral karena merekalah yang merasakan dampak langsung dari keberadaan pabrik.
Meskipun PT HKI telah mengantongi surat persetujuan beroperasi dari Kementerian Perindustrian untuk industri minyak mentah inti kelapa sawit dan industri minyak mentah kelapa sawit, yang dikeluarkan pada November 2024, merujuk Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2024 tentang Perwilayahan Industri, akan tetapi surat persetujuan tersebut belum menjawab persoalan mendasar terkait ketiadaan dokumen AMDAL.
Panglima Besar Laskar Mandau Adat Dayak Kutai Banjar mewakili masyarakat adat di Muara Siram, Kutai Barat, Rudolf, secara tegas menolak keberadaan pabrik yang beroperasi tanpa izin lingkungan yang sah.
"Pabrik PT Hamparan Khatulistiwa Indah ini dibangun dan mulai commissioning tanpa izin lengkap. Tindakan ini sangat kami tolak, karena masyarakat adat yang berada di wilayah itu merasa tidak pernah dilibatkan dan justru dirugikan oleh kehadiran pabrik ini," ungkap Rudolf.
Rudolf menjelaskan bahwa masyarakat akhirnya mengadukan masalah ini kepada lembaga adat, yang kemudian melaporkannya kepada DLH Kaltim, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Kaltim, serta instansi terkait lainnya.
"Akibat dari laporan tersebut, seluruh aktivitas PT Hamparan Khatulistiwa Indah kini telah dihentikan sementara. Pabrik tidak diizinkan beroperasi hingga seluruh perizinan dipenuhi," jelasnya.
Rudolf menyoroti kapasitas air di wilayah tersebut dinilai tidak mencukupi untuk operasional dua pabrik dalam radius satu kilometer, yang keduanya memanfaatkan air dari Sungai Bongan, sumber air yang juga digunakan oleh masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari.
Pihaknya mendesak Pemerintah Provinsi Kaltim untuk segera turun tangan menyelesaikan permasalahan ini demi kepentingan masyarakat dan kelestarian lingkungan.
Kabid Tata Lingkungan DLH Kaltim M Chamidin menambahkan bahwa berdasarkan hasil penilaian dan mempertimbangkan penolakan masyarakat terkait konflik sosial, masalah sumber bahan baku tanda buah sawit (TBS), penggunaan air Sungai Bongan, dan pembuangan air limbah, disimpulkan bahwa Dokumen Analisis Dampak Lingkungan dan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) PT Hamparan Khatulistiwa Indah dinyatakan belum dapat disetujui.